Jumat, 10 Februari 2012

Bahayanya ‘Ain



Bismillaahirrahmaanirrahiim …

Para Bunda, siapa yang masih punya anak-anak kecil ? yang lucu, menggemaskan? yang tak jarang bukan hanya kita sebagai orang tuanya yang tertakjub-takjub ,… bahkan orang lain juga sampai berdecak kagum.

“waaahh .. hebat ya? umur segitu udah bisa baca” ..

“waduh, anak si Anu keren, gemuk, putih, cantik, menggemaskan deh!”

Dan sederet lagi lontaran kekaguman terhadap sosok kecil yang mencuri perhatian sekitarnya. Itu yang benar tulus mengagumi, belum lagi yang akhirnya jadi dengki … memandang objek yang dikagumi oleh orang lain serasa memandang tumpukan bara .. bawaannya udeh empet bin sebel aja .. “Halahhh … kalo cuman begitu doang, anak gue juga bisa!”

Apapun itu .. hendaknya kita harus bisa lebih berhati-hati lagi terhadap pandangan mata orang lain, terhadap anak-anak kita terutama, juga pada kita dan seluruh keluarga umumnya.

Rambut yang indah, Kulit yang putih mulus, jernihnya mata, mancungnya hidung .. de el el de es be .. siapa yang gak mau? dan kalau kebetulan segala keindahan itu sudah ada pada diri, apa lagi kata yang pantas terucap, selain Syukur alhamdulillah, fabi ayyi aa laa irobbikumaa tukadzdzibaan? – maka, nikmat Tuhan-Mu yang mana lagi, yang hendak kamu dustakan?

Dengan sebab ini, maka perlulah kita ketahui sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap yang memiliki kenikmatan pasti ada yang iri (dengki).” (Shahihul Jami’ 223. Lihat majalah Al Furqon). Perlu menjadi perhatian bagi orang tua bahwa dalam syari’at Islam telah dijelaskan adanya bahaya ‘ain (pandangan mata) terutama bagi anak-anak. Pandangan mata yang berbahaya ini dapat muncul dengan sebab kedengkian orang yang memandang atau karena kekaguman. Jdi intinya, entah itu karena kagum, apalagi atas dasar dengki … teteupp .. harus berhati-hati dalam “memperlihatkan” kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh anak-anak kita.

Bahaya ‘Ain

“Bahaya dari pandangan mata dapat terjadi ketika seseorang yang berhadapan langsung dengan sasarannya. Sasaran tukang pandang terkadang bisa mengenai sesuatu yang tidak patut didengki, seperti benda, hewan, tanaman, dan harta. Dan terkadang pandangan matanya dapat mengenai sasaran hanya dengan pandangan yang tajam dan pandangan kekaguman.”

Pengaruh dari bahaya pandangan mata pun hampir mengenai Rasulullah shoallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman-Nya,

وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ

“Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar al Qur’an dan mereka mengatakan ‘Sesungguhnya dia (Muhammad) benar-benar gila.” (Al Qalam [68]: 51)

Terdapat pula hadits dari Ibnu Abbas bahwasanya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

العين حقُُّ ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين

“Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya.” (HR. Muslim)

Subhanallah, lihatlah bagaimana bahaya ‘ain telah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah. Dan terdapat pula contoh-contoh pengaruh buruk ‘ain yang terjadi pada masa sahabat. Salah satunya adalah yang terjadi ada Sahl bin Hunaif yang terkena ‘ain bukan karena rasa dengki namun karena rasa takjub. Sebagaimana dalam hadits,

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif menyebutkan bahwa Amir bin Rabi’ah pernah melihat Sahl bin Hunaif mandi lalu berkatalah Amir,
“Demi Allah, Aku tidak pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini, dan tidak pernah kulihat kulit yang tersimpan sebagus ini.”

Berkata Abu Umamamh, “Maka terpelantinglah Sahl.”

Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Amir. Dengan marah beliau berkata, “Atas dasar apa kalian mau membunuh saudaranya? Mengapa engkau tidak memohonkan keberkahan (kepada yang kau lihat)? Mandilah untuknya!”

Maksudnya Nabi menyuruh Amir berwudhu kemudian diambil bekas air wudhunya untuk disiramkan kepada Sahl dan ini adalah salah satu cara pengobatan orang yang tertimpa ‘ain bila diketahui pelaku ‘ain tersebut . Maka Amir mandi dengan menggunakan satu wadah air. Dia mencuci wajah, kedua tangan, kedua siku, kedua lutut, ujung-ujung kakinya dan bagian dalam sarungnya. Kemudian air bekas mandinya itu dituangkan kepada Sahl, lantas dia sadar dan berlalulah bersama manusia.” (HR. Malik).

Kata mandi yang ada di sini maksudnya adalah berwudhu sebagaimana disebutkan Imam Malik dalam kitab Al Muwattho. Wallahu a’lam.

Jadi, yang namanya pandangan mata itu gak bisa dianggap sepele. Mengingat bahaya yang bisa ditimbulkan akibat dari pandangan mata (‘Ain) tersebut, .. gak heran ya kalau masih ada aja orang tua yang suka berucap:

“Ehh jangan dipuji-puji .. nanti sakit” atau .. “wuihh baru kemaren dibilang gemukan, sehat … eehh sekarang udah kurus lagi gara-gara sakit” tanpa disadari, sebenarnya sakitnya juga itu gara-gara pujian-pujiannya kemarin.

Sesungguhnya semua itu bukan semata akibat dari pujian yang terlontar, akan tetapi berawal dari pandangan. Pandangan mata seseorang dapat berpengaruh buruk pada diri orang yang dipandang, baik pandangan mata itu menatap dengan kedengkian atau pun kekaguman. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan tentang adanya pengaruh pandangan mata ini melalui lisan Rasul-Nya yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pandangan mata, atau diistilahkan dengan ‘ain, adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap bagus disertai dengan kedengkian yang muncul dari tabiat yang jelek sehingga mengakibatkan bahaya bagi yang dipandang.

Hal ini dijelaskan pula oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah bahwa ‘ain itu benar-benar ada dan telah jelas adanya secara syar’i maupun indrawi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan hampir-hampir orang-orang kafir itu menggelincirkanmu dengan pandangan mereka.” (Al-Qalam: 51)

waahh .. jadi gimana dong ya kalo kita atau anak-anak udah terlanjur terkena ‘Ain?

Tanda-Tanda Terkena ‘Ain

Tanda-tanda anak yang terkena ‘ain di antaranya adalah menangis secara tidak wajar (bukan karena lapar, sakit atau mengompol), kejang-kejang tanpa sebab yang jelas, tidak mau menyusu pada ibunya tanpa sebab, atau kondisi tubuh sang anak kurus kering dan tanda-tanda yang tidak wajar lainnya.

Sebagaimana dalam hadits dari Amrah dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata,
“Pada suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk rumah. Tiba-tiba beliau mendengar anak kecil menangis, lalu Beliau berkata,

ما لِصبيِّكم هذا يبكي قهلاََ استرقيتم له من العين

“Kenapa anak kecilmu ini menangis? Tidakkah kamu mencari orang yang bisa mengobati dia dari penyakit ‘ain?” (HR. Ahmad)
.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan bahwa perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menunjukkan, apabila seseorang diketahui menimpakan ‘ain, maka ia diminta untuk mandi, dan mandi ini merupakan cara pengobatan ‘ain yang sangat bermanfaat.

Dituntunkan pula bila seseorang melihat sesuatu yang mengagumkan hendaknya segera mendoakan kebaikan padanya, karena doanya itu merupakan ruqyah (pengobatan) baginya. Beliau juga menyatakan bahwa ‘ain yang menimpa seseorang dapat mengakibatkan kematian.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk melakukan ruqyah, yaitu pengobatan dengan Al Qur’an dan dzikir-dzikir kepada Allah, terhadap orang yang terkena ‘ain.

Beliau memerintahkan hal itu pula kepada istri beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk melakukan ruqyah dari ‘ain.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Begitu pula yang beliau perintahkan ketika melihat seorang anak perempuan yang terkena ‘ain pada wajahnya. Peristiwa ini dikisahkan oleh istri beliau, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang anak perempuan di rumah Ummu Salamah yang pada wajahnya ada kehitam-hitaman. Beliau pun berkata, ‘Ruqyahlah dia, karena dia tertimpa ‘ain’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari  dan Muslim)

Diceritakan pula oleh Jabir bin ‘Abdullah ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh agar anak-anak Ja’far bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu diruqyah:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Asma’ bintu ‘Umais, “Mengapa aku lihat anak-anak saudaraku kurus-kurus? Apakah karena kekurangan?”. Asma’ menjawab, “Bukan, akan tetapi mereka cepat terkena ‘ain.” Beliau pun berkata, “Ruqyahlah mereka!”. Asma’ berkata: Maka aku serahkan urusan ini kepada beliau, lalu beliau pun berkata, “Ruqyahlah mereka.” (Shahih, HR. Muslim)

Bahkan Jibril ‘alaihis salam pernah meruqyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sakit dengan doa:

“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitkanmu dan dari setiap jiwa atau pandangan yang dengki. Semoga Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.” (Shahih, HR. Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa memohon perlindungan dari ‘ain, sebagaimana dikabarkan oleh shahabat yang mulia, Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu:

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berlindung dari jin dan pandangan manusia, hingga turun surat Al-Falaq dan surat An-Naas. Ketika keduanya telah turun, beliau menggunakan keduanya dan meninggalkan yang lainnya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa menjaga diri dari ‘ain boleh dilakukan dan bukan berarti meniadakan tawakkal kepada Allah. Bahkan sikap demikian ini termasuk tawakkal, karena tawakkal adalah bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala disertai melakukan ‘sebab’ yang diperbolehkan atau diperintahkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memohonkan perlindungan untuk Al-Hasan dan Al-Husain dengan doa:

“Aku memohon perlindungan bagi kalian berdua dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan dan binatang berbisa, dan dari setiap pandangan yang jahat.”
Demikian pula yang dilakukan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam terhadap kedua putranya, Nabi Ishaq dan Nabi Isma’il ‘alaihimas salam.

Sesungguhnya syari’at Islam adalah sempurna. Setiap hal yang mendatangkan bahaya bagi umatnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu telah menjelaskan tentang perkara tersebut dan cara-cara mengantisipasinya. Begitu pula dengan bahaya ‘ain ini.

1. Bagi Seseorang yang Memungkinkan Memberi Pengaruh ‘Ain
Berdasarkan hadits Abu Umamah di atas maka hendaknya seseorang yang mengagumi sesuatu dari saudaranya maka yang baik adalah mendoakan keberkahan baginya. Dan berdasarkan surat Al Kahfi ayat 39, maka ketika takjub akan sesuatu kita juga dapat mengucapkan doa:

مَا شَآءَ اللهُ لاَ قُوَّةَ إلاَّ بِا للهِ

Artinya: “Sungguh atas kehendak Allah-lah semua ini terwujud.”

2. Bagi yang Memungkinkan Terkena ‘Ain

Sesungguhnya ‘ain terjadi karena ada pandangan. Maka hendaknya orang tua tidak berlebihan dalam membanggakan anaknya karena dapat menimbulkan dengki ataupun kekaguman pada yang mendengar dan kemudian memandang sang anak. Adapun jika memang kenikmatan itu adalah sesuatu yang memang telah nampak baik dari kepintaran sang anak, fisiknya yang masya Allah, maka hendaknya orang tua mendoakan dengan doa-doa, dzikir dan ta’awudz yang telah diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah surat muawadzatainshallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan untuk Hasan dan Husain, yaitu: (surat Annas dan al-Falaq).

Ada pula do’a yang biasa diucapkan Rasulullah :

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانِِ وَ هَامَّةِِ وَ مِنْ كُلِّ عَيْنِِ لامَّةِِ

“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh ‘ain yang buruk.” (HR. Bukhari)

Atau dengan doa,

أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَِ

“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang telah sempurna dari kejahatan makhluk-Nya.” (HR. Muslim).

Kesalahan-Kesalahan Dalam Penjagaan dari Bahaya ‘Ain atau Sejenisnya
Memang bayi sangat rentan baik dari bahaya ‘ain ataupun gangguan setan lainnya. Terdapat beberapa kesalahan yang biasa terjadi dalam menjaga anak dari gangguan tersebut karena tidak berdasarkan pada nash syari’at. Diantara kesalahan-kesalahan tersebut adalah:

1.         Menaruh gunting di bawah bantal sang bayi dengan keyakinan itu akan menjaganya. Sungguh ini termasuk kesyirikan karena menggantungkan sesuatu pada yang tidak dapat memberi manfaat atau menolak bahaya.

2.         Mengalungkan anak dengan ajimat, mantra dan sebagainya. Ini juga termasuk perbuatan syirik dan hanya akan melemahkan sang anak dan orang tua karena berlindung pada sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Perlulah kita selalu mengingat, bahwa sekalipun kita mengetahui bahaya ‘ain memiliki pengaruh sangat besar dan berbahaya, namun tidaklah semua dapat terjadi kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan kita sebagai orang Islam tidaklah berlebihan dalam segala sesuatu. Termasuk dalam masalah ‘ain ini, maka seseorang tidak boleh berlebihan dengan menganggap semua kejadian buruk berasal dari ‘ain, dan juga tidak boleh seseorang menganggap remeh dengan tidak mempercayai adanya pengaruh ‘ain sama sekali dengan menganggapnya tidak masuk akal.

Ini termasuk pengingkaran terhadap hadits-hadits shahih Rasulullah  shalallahu ‘alaihi wasallam. Sikap yang terbaik bagi seorang muslim adalah berada di pertengahan, yaitu mempercayai pengaruh buruk ‘ain dengan tidak berlebihan sesuai dengan apa yang dikhabarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.

***&&***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar