Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Penjelasan Hadits Arbain Nawawi Pertama: Amal Perbuatan itu Tergantung Niatnya
Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم
يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ
امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ
فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ
لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا
هَاجَرَ إِلَيْهِ .
[رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن
إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن
الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب
المصنفة]
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafsh ‘Umar bin Al
Khaththab, dia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung
niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia
niatkan. Maka barangsiapa hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka
hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena
dunia yang ingin ia dapatkan atau mendapatkan wanita yang ingin ia
nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia inginkan itu.
Hadits
ini diriwayatkan oleh dua orang Imam ahli hadits; yaitu Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari
dan Abul Husein Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairy An
Naisaburi dalam kitab shahih keduanya, yang kedua kitab itu merupakan
kitab susunan yang paling shahih.
Penjelasan:
Hadits
ini merupakan prinsip dasar yang begitu agung dalam permasalahan
amalan-amalan hati. Karena niat termasuk amalan hati. Para ulama
mengatakan hadits ini adalah separuh ibadah, karena ia merupakan
timbangan amalan-amalan yang batin. Sedangkan hadits Aisyah yang
berbunyi,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan kami perkara yang tidak ada
asalnya, maka hal itu akan tertolak.” (Shahih: dikeluarkan oleh Al
Bukhari di dalam [Ash Shulh/2697/Fath], Muslim di dalam [Al
Aqdhiyah/1718/Abdul Baqi]).
Dalam lafazh lain,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah
kami, maka amalan itu tertolak.” (Shahih: dikeluarkan oleh Muslim di
dalam [Al Aqdhiyah/1718/Abdul Baqi]. Al Bukhari secara ta’liq [13/hal
329/fath] cetakan As Salafiyyah)
Hadits ini adalah separuh
agama, karena hadits ini merupakan timbangan amalan yang dhahir
(nampak). Jadi dapat dipetik faedah dari hadits, “Sesungguhnya
amalan-amalan itu tergantung dari niatnya.” Bahwa amalan apapun harus
didasari niat, karena setiap orang yang berakal tidak mungkin melakukan
suatu amalan tanpa niat, hingga sebagian ulama mengatakan, “Sekiranya
Allah membebani suatu amalan kepada kita tanpa didasari oleh niat,
tentunya hal itu merupakan suatu pembebanan yang tidak mampu untuk
dilakukan. ”
Bercabang dari faedah ini adalah: Bantahan
terhadap orang-orang yang terhinggapi penyakit was-was yang
mengulang-ulang suatu amalan beberapa kali, hingga setan membisikkan
kepada mereka, “Sesungguhnya kalian belum memasang niat.” Kami katakan
kepada mereka (orang-orang was-was itu), “Tidak, tidak mungkin engkau
melakukan suatu perbuatan tanpa didasari oleh niat. Janganlah kalian
membebani diri-diri kalian dan tinggalkan perasaan was-was itu. ”
Di antara faedah dari hadits ini adalah: Bahwa seseorang diberi pahala,
berdosa, atau terhalang (mendapatkan sesuatu) dengan sebab niatnya.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ”Barangsiapa
hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan
rasul-Nya. ”
Di antara faedah dari hadits ini adalah:
“Sesungguhnya amalan itu tergantung dari tujuannya.” Bisa jadi, suatu
perkara –yang pada asalnya- mubah bisa menjadi amalan ketaatan jika
seseorang meniatkannya sebagai amalan kebaikan. Misalnya, ia meniatkan
makan dan minumnya untuk menambah kekuatan dalam menjalankan ketaatan
kepada Allah. Oleh karena itu, Nabi bersabda,
“Makan sahurlah,
sesungguhnya pada makanan sahur itu terdapat berkah.” (Shahih:
dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam [Ash Shaum/1923/Fath], Muslim di
dalam [Ash Shiyam/1095/Abdul Baqi])
Faedah laim dari hadits ini
adalah: Seorang pengajar sepatutnya memberikan perumpamaan yang dapat
memperjelas suatu hukum. Nabi telah memberikan perumpamaan dalam hal ini
dengan hijrah. Hijrah ialah berpindah dari negeri kesyirikan ke negeri
Islam. Dan beliau pun menjelaskan bahwa hijrah adalah amalan yang bisa
menjadi pahala ataupun keterhalangan (memperoleh pahala) bagi orang yang
melakukannya. Seorang yang berhijrah kepada Allah dan rasul-Nya diberi
pahala dan akan sampai pada apa yang diinginkannya. Sedangkan orang yang
berhijrah karena dunia yang ingin ia dapatkan atau wanita yang ingin ia
nikahi, maka ia terhalang mendapatkan pahala ini.
Hadits ini
selain masuk dalam pembahasan ibadah, masuk pula dalam pembahasan
muamalah, pernikahan, dan dalam pembahasan fiqih lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar