Syahadatain merupakan
dasar terpenting untuk
tegaknya totalitas Islam. Islam tidak akan tegak kalau
rukun-rukunya (rukun Islam)
tidak tegak, sementara rukun-rukun yang empat (shalat, zakat, puasa dan haji) tidak
akan tegak jika syahadatain tidak tegak secara
sempurna. Bahkan tidak ada Islam sebelum adanya syahadatain.
Syahadatain
melambangkan jiwa totalitas Islam, laksana nyawa yang merupakan nadi seluruh tubuh manusia.
Seluruh anggota tubuh manusia
tidak akan bisa berfungsi sebagai seorang manusia yang hidup
kalau nyawanya telah tiada. Begitu juga kalimat Laa ilaha illallah Muhammadu
Rasulullah, merupakan ruh setiap aspek
ajaran Islam.
Dengan demikian setiap amalan seseorang muslim yang
tidak didasari dengan hanya karena Allah ibarat menanam
benih yang mati, yang tiada akan pernah tumbuh dan
berbuah. Dan oleh karena itu setiap amal
kebajikan orang-orang kafir tidak ada harganya di sisi Allah karena dianggap sebagai bangkai;
Allah berfirman,
“Dan Kami hadapi segala amal (baik) yang
telah mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu
yang berterbangan”. (25:23).
“Dan orang-orang
kafir (tidak beriman), amal-amal
mereka laksana fatamorgana di tanah
yang datar, yang disangka air oleh orang-orang
yang dahaga, tetapi bila
didatanginya air itu, ia
tidak mendapatinya suatu apapun. Dan didapati ketetapan Allah di sisinya,
lalu Allah memberitakan kepadanya perhitungan amal-amalnya dengan cukup dan Allah adalah sangat
cepat perhitungan-Nya”. (24:39).
Seorang muslim,
betapapun dia banyak amal
kebajikannya, tetapi jika tidak didasari dengan ruh syahadatain,
maka amal kebajikannya
menjadi sia-sia di sisi Allah, sebagaimana sabda
Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya
pekerjaan itu tergantung
pada niatnya, dan
sesuatu pekerjaan seseorang
terletak pada niatnya. Barang siapa yang niat hijrahnya (jihadnya) karena Allah
dan RasulNya, maka ia dianggap hijrah
kepada Allah dan RasulNya. Dan barang siapa
yang berhijrah (berjihad)
karena ingin dapat bagaian dunia
ataupun menginginkan wanita, maka ia akan dapatkan apa yang ia hijrah (niatkan)”. (HR. Bukhari)
Mengingat bahwa
syahadatain merupakan pintu
gerbang bagi seseorang untuk masuk
Islam dan syahadatain adalah dasar diterima atau ditolaknya amal
seseorang di sisi Allah ,
disamping ‘ilmu dan
keikhlasan dalam amal tersebut.
Maka menjadikan penting
bagi kita untuk
memahaminya atau meluruskan
pemahaman kita terhadap makna kalimat tersebut agar keimanan kita menjadi benar dan
mantap.
MAKNA LAA ILAHA
ILLALLAH
1. Tinjauan Struktur
Kalimat
Kalimat tauhid
Laa ilaha illallah terdiri dari
rangkain kalimat sebagai berikut:
a). La
Sebagai huruf
nafi yang berfungsi
menghapus/meniadakan sama sekali jenis Ilah dan menetapkan Allah sebagai
satu-satunya ilah.
b). Ilaha
Sebagai kalimat (janis) yang ditiadakan
(dinafikan), disebut al manfi
Sehingga bila dirangkaikan kedua kalimat tersebut : laa ilaha mempunyai pengertian: meniadakan/menghapuskan sama
sekali terhadap segala macam,
bentuk dan jenis ilah, seperti
halnya kalimat la tho’ama
mempunyai pengertian: “Tidak ada
sama sekali makanan (jenis apapun)”.
c). Illa
Sebagai kalimat
pengecualian di sebut istitsna yang berfungsi itsbat artinya menetapkan.
d). Allah
Sebagai kalimat yang
dikecualikan disebut al mustaatsna dari
segala bentuk ilah yang ditiadakan.
Jadi kalau
keseluruhan kalimat tersebut dirangkai menjadi laa ilaha akan mengandung pengertian “Tiada sesuatu
apapun yang patut di-ilahkan (dijadikan
ilah) kecuali hanyalah Allah satu-satunya yang wajib disembah”. Dengan
demikian dari uraian diatas dapat dipahami
bahwa bisa jadi seseorang itu menjadikan ilah selain daripada Allah. Untuk itu
dalam pembicaraan selanjutnya perlu kiranya dibahas tentang apa yang
dimaksudkan dengan ilah tersebut.
2. Makna “Ilah”
Secara bahasa kata
ilah berasal dari alaha yang memiliki beberapa pengertian yang saling terkait satu sama lain, yaitu:
- Tenang dengannya
- Minta pertolongannya (perlindungnnya)
- Mencintainya
- Rindu padanya
- Beribadah
kepadanya
Dalam Al Qur’an
dijelaskan dalam (13:28 / 72:61 / 2:165 / 2:67)
Sebagaimana dalam
ungkapan-ungkapan:
- “Aku merasa tenang
kepada si Fulan”
- “Seseorang
memerlukan pertollongan dari kesusahan
yang dialaminya”
- “Memfokuskan kepada
seseorang karena ia terlalu
mencintainya”
- “Anak unta
mencari (merindukan) ibunya
karena ia terpisah”
- “Beribadat”
Kaidah dalam bahas
Arab menetapkan bahwa setiap kalimat yang mempunyai pertalian merupakan satu rangkaian makna yang satu sama lainnya saling berkaitan. Misalnya kita tidak meminta
pertolongan kepada seseorang yang tidak
kita anggap akan mengasihi kita dan lebih kuat dari kita. Begitupun
ilah, yang menunjukan sifat sebagai berikut :
- yang dapat memberikan ketenangan
- yang dapat memberi pertolongan, perlindungan
- yang dapat memberikan rasa cinta
- yang dapat membangkitkan perasaan rindu
- yang disembah.
Adapun ilah , bentuk
masdar dari kata alaha yang mempunyai pengertian sembah memiliki dasar
kata ‘abada, yang mengandung makna :
- Al ‘abdu, berarti Dialah yang menjadi raja
dan pemimpin seluruhnya.
- Al ‘ibadah , berarti taat serta merendahkan
diri.
- Al-Mu’abbadu , berarti yang disembah, yang
dimuliakan, yang diagungkan..
- ‘Abada bihi , berarti menghambakan diri dan
harus minta tolong kepadanya.
Kalau kita
perhatikan, makna yang berbeda dalam setiap komponen tersebut
terdapat pertalian umum satu sama
lainnya, yaitu pengertian pengabdian. Orang yang
mengabdikan diri kepada
Allah, ia pasti membesarkan Allah, merendahkan diri kepadaNya dalam seluruh kehidupannya. Maka
perkataan ma’bud ( ) memberi
arti :
- Maha Kuasa
- Maha Raja
- Yang ditaati
- Maha Agung
- Tempat bergantungya semua Makhluq
Sehingga dari uraian diatas, pengertian ilah,
sebagaimana yang didefinisikan oleh Ibnu Taymiyyah rahimahullah adalah: “Ilah
adalah sesuatu yang dicondongi / dicenderungi
oleh hati dengan dicintai,
ditakuti, diharapkan, dan yang
sejenisnya”.
3. Makna “Laa ilaha
illallah”
Dari uraian di atas,
maka dapat kita pahami bahwa apabila kita mengikrarkan kalimat tauhid Laa ilaaha Illallah , berarti kita telah bersumpah, berjanji dan berikrar bahwa Allah-lah
satu-satunya yang kita Ilah-kan, Allah-lah satu-satunya dzat yang kita Ibadahi dan Allah-lah satu-satunya dzat dimana kita
mengabdi. Dengan kata lain, apabila kita
mengikrarkan kalimat tauhid laa ilaaha Illallah, mempunyai pengertian
bahwa:
Pertama, kita memahami
dan mengikrarkan bahwa Allah
SWT itu adalah satu-satunya:
- Pencipta
- Pemberi rizki
- Yang menghidupkan
- Yang mematikan
Kedua, kita meyakini dan menjadikan Allah SWT sebagai
satu-satunya tempat/tujuan:
- Penghambaan
- Ketaatan
- Pemberi hukum
- Permohonan pertolongan
- Perlindungan
- Pengharapan
Dari seluruh
uraian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa kalimat tauhid Laa ilaha Illallah itu
juga mengandung pengertian antara
lain. :
1. Tiada Pencipta
kecuali Allah
2. , Tiada Pemberi
rizqi kecuali Allah
3. , Tiada Pengatur
kecuali Allah
4. , Tiada Pemberi
Hukum (yang Maha bijaksana) kecuali Allah
5. , Tiada Pelindung
kecuali Allah
6. , Tiada yang
menjadi Tujuan kecuali Allah
7. , Tiada Yang
diibadahi (tempat mengabdi) kecuali Allah
MAKNA MUHAMMADUR
RASULULLAH
Syahadatur rasul merupakan
kesaksian kita, pengakuan dan keimanan kita kepada Muhammad
bin Abdillah SAW sebagai rasul/utusan
dan Nabi Allah SWT. Karena Allah itu pencipta Yang Maha Tahu akan
kelemahan-kelemahan ciptaannya, maka dalam rangka menjalankan
tugasnya di bumi
(untuk menghamba / mengabdi dan
menjadi kholifah), maka manusia
diberikan petunjuk yang dikenal sebagai risalah
Islam (Al Quran). Maka untuk
menyampaikan petunjuk/wahyu tersebut diutuslah Muhammad sebagai penyampai
risalah (5:67 / 72:26-28) sekaligus menjadi contoh/teladan satu-satunya (51:21)
dalam pelaksanaan petunjuk (risalah Islam) tersebut.
Dengan kata lain, Ikrar/syahdat kedua ini
adalah merupakan janji/sumpah kita untuk menjadikan Nabi Muhammad
SAW sebagai satu-satunya teladan/contoh dalam kehidupan yang kita jalani agar sampai pada penghambaan kepada
Allah yang benar dan
sempurna. Firman Allah:
- “Apa yang diberikan Rasul kepadamu hendaklah
kamu ambil, dan apa yang
dilarangnya hentikanlah”. (59:7)
- “Siapa
yang patuh kepada Rasul sesungguhnya ia telah patuh
kepada Allah”. (4:80).
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, maka dapatlah disimpulkan
bahwasannya seseorang yang benar-benar mengikrarkan keislamannya
melalui syahadatain akan memiliki
ciri kehidupan yang khas. Yang
pertama kali dapat dilihat adalah,
dia akan berdiri atas
dasar penghambaan dirinya kepada
Allah SWT semata dalam
seluruh persoalan. Dimana
penghambaan dirinya ini
terlambang dalam konsepsi
kepercayaan, demikian juga
dalam upacara peribadatan,
sebagaimana juga terlambang dalam peraturan hukum. “Katakanlah: Sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, kehidupanku, kematianku, semuanya hanyalah bagi
Allah Tuhan sekalian
alam. Ia tidak berserikat. Demikianlah saya diperintah. dan saya
adalah orang pertama islam”. (6:162-163).
***&&***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar