Para ulama Ahlussunnah Wal Jama'ah
memberikan ta'rif (definisi) kata tauhid dengan redaksi yang
beragam.
Disebutkan dalam Lisan al-Arab, tauhid
adalah beriman kepada Allah Yang Maha Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya.
Al-Imam al-Junaid al -Baghdadi berkata:
"التَّوْحِيْدُ إِفْرَادُ
الْقَدِيْمِ مِنَ الْمُحْدَثِ" (رواه الخطيب البغدادي وغيـره).
Maknanya: "Tauhid adalah
mensucikan Allah yang maha Qadim dari menyerupai makhluk-Nya" (diriwayatkan
oleh al-Imam al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi)
Pernyataan ini sekaligus mengandung bantahan terhadap
keyakinan Hulul dan Wahdatul Wujud.
A-Hafidz Ibn Hajar al-'Asqalani mengatakan: adapun
kaum Ahlussunnah Wal Jama'ah, mereka menafsirkan kata "tauhid" dengan
menafikan (mentiadakan) "tasybih" dan "ta'thil"
bagi Allah.
Kesimpulannya, pengertian "tauhid"
adalah meng-Esa-kan Allah dalam Dzat, Sifat, Af'al (perbuatan)-Nya, dan meng-Esa-kan
Allah dalam beribadah kepada-Nya, dengan keyakinan bahwa Allah tidak menyerupai
makhluk-Nya dari satu segi maupun semua segi.
Allah berfirman:
[لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءٌ ] (الشورى:
11).
Maknanya: “Dia (Allah) tidak
menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya dan tidak ada sesuatupun yang
menyerupai-Nya” (Q.S. asy-Syura: 11).
Dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa suatu ketika
Rasulullah ditanya oleh sahabat tentang perbuatan yang paling utama, kemudian
beliau menjawab:
"أفضل الأعمال إِيْمَانٌ
بِاللهِ وَرَسُوْلِهِ" (رواه البخاري)
.
Maknanya: Sebaik-baik amal adalah
iman kepada Allah dan Rasul-Nya (H.R. al Bukhari).
Disadur dari kitab aqidatul muslimin
yang dibubuhi setempel al azhar supaya disebarkan.
Kata qadim, jika di sifatkan (dinisbatkan)
kepada Allah, artinya: tidak ada permulaan bagi Dzat Allah. Jika dinisbatkan
untuk makhluk, artinya telah berlalu padanya masa yang lama.
Ini juga merupakan bantahan terhadap orang-orang yang
membagi tauhid menjadi tiga macam; Tauhid Uluhiyyah, Tauhid Rububiyyah
dan Tauhid al Asma' wa ash-Shifat. Pembagian tauhid ini menyalahi Aqidah
Ahlussunnah Wal Jama’ah. Maksud dan tujuan dari pembagian ini adalah untuk
mengkafirkan orang-orang mukmin yang bertawassul dengan para nabi dan
orang-orang shalih, mengkafirkan orang-orang mukmin yang mentakwil ayat-ayat
yang mengandung sifat-sifat Allah dan mengembalikan penafsirannya kepada ayat-ayat
muhkamat. Ini berarti pengkafiran terhadap Ahlussunnah Wal Jama’ah yang
merupakan kelompok mayoritas di kalangan umat Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar