Assalamualaikum
Warahmatullah Wabarakatuh.
Istilah
qullah adalah ukuran volume air, memang asing buat telinga kita. Sebab ukuran
ini tidak lazim digunakan di zaman sekarang ini. Kita menggunakan ukuran volume
benda cair dengan liter, meter kubik atau barrel.
2 Qullah
Adalah Ketetapan Hadits Nabawi
Ukuran
jumlah air 2 qullah sesungguhnya bersumber dari hadits nabawi berikut ini:
وعَنْ عَبدِ
اللهِ بنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسولُ الله صلى اللهُ عليه
وسلم: إِذَا كَانَ المَآءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحمِلِ الخَبَثَ، وفي لَفْظٍ: لَمْ
يَنْجُسْ، أَخْرَجَهُ الأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ والحاكمُ وابْنُ
حِبَّانَ.
Dari
Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, Apabila jumlah air
mencapai 2 qullah, tidak membawa kotoran. Dalam lafadz lainnya, Tidak membuat
najis.
Ibnu
Khuzaemah, Al-Hakim dan Ibnu HIbban menshahihkan hadits ini. Sehingga ketentuan
air harus berjumlah 2 qullah bukan semata-mata ijtihad para ulama saja,
melainkan datang dari ketetapan Rasulullah SAW sendiri lewat haditsnya.
Berapakah
Ukuran 2 Qullah?
Istilah
qullah adalah ukuran volume air yang digunakan di masa Rasulullah SAW masih
hidup. Bahkan 2 abad sesudahnya, para ulama fiqih di Baghdad dan di Mesir pun
sudah tidak lagi menggunakan skala ukuran qullah. Mereka menggunakan ukuran
rithl yang sering diterjemahkan dengan istilah kati. Sayangnya, ukuran rithl
ini pun tidak standar, bahkan untuk beberapa negeri Islam sendiri. Satu rithl
air buat orang Baghdad ternyata berbeda dengan ukuran satu rithl air buat orang
Mesir. Walhasil, ukuran ini agak menyulitkan juga sebenarnya.
Dalam banyak
kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah 500 rithl
Baghdad. Tapi kalau diukur oleh orang Mesir, jumlahnya tidak seperti itu. Orang
Mesir mengukur 2 qullah dengan ukuran rithl mereka dan ternyata jumlahnya hanya
446 3/7 Rithl. Lucunya, begitu orang-orang di Syam mengukurnya dengan
menggunakan ukuran mereka yang namanya rithl juga, jumlahnya hanya 81 rithl.
Namun demikian, mereka semua sepakat volume 2 qullah itu sama, yang menyebabkan
berbeda karena volume 1 rithl Baghdad berbeda dengan volume 1 rithl Mesir dan
volume 1 rithl Syam.
Lalu
sebenarnya berapa ukuran volume 2 qullah dalam ukuran standar besaran
international di masa sekarang ini?
Para ulama
kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang. Dan
ternyata dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian
disebutkan oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.
Jadi bila
air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter, lalu digunakan untuk
berwudhu, mandi janabah atau kemasukan air yang sudah digunakan untuk
berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci secara pisik,
tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci . Tapi bila bukan digunakan untuk
wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal.
Namun kalau
kita telliti lebih dalam, ternyata pengertian musta`mal di antara fuqoha mazhab
masih terdapat variasi perbedaan. Sekarang mari coba kita dalami lebih jauh dan
kita cermati perbedaan pandangan para fuqaha tentang pengertian air musta’mal,
atau bagaimana suatu air itu bisa sampai menjadi musta’mal:
a. Ulama
Al-Hanafiyah
Air
musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudhu` sunnah atau mandi
sunnah. Tetapi secara lebih detail, menurut mazhab ini bahwa yang menjadi
musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di
dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari
tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi.
Sedangkan
air yang di dalam wadah tidak menjadi musta`mal. Bagi mereka, air musta`mal ini
hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis,
tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi.
Keterangan
seperti ini bisa kita lihat pada kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan
seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir
58/1,61.
b. Ulama
Al-Malikiyah
Air
musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu`
atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan
khabats .
Dan
sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah
air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang
membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan
mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah.
Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air
yang lainnya meski dengan karahah.
Keterangan
ini bisa kita dapati manakala kita membukan kitab As-Syahru As-Shaghir 37/1-40,
As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31,
Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya.
c. Ulama
Asy-Syafi`iyyah
Air musta`mal
dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta`mal
apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi
meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`.
Namun bila
niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum
lagi dianggap musta`mal. Termasuk dalam air musta`mal adalah air mandi baik
mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang
sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta`mal kalau sudah lepas/
menetes dari tubuh.
Air
musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau
untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak
mensucikan. Silahkan lihat pada kitab Mughni Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab
jilid 5.
d. Ulama
Al-Hanabilah
Air
musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci
dari hadats kecil atau hadats besar atau untuk menghilangkan najis pada
pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak
mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya.
Selain itu
air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta`mal. Namun bila air itu
digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah,
maka tidak dikatakan air musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam
rangkaian wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.
Dan selama
air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan
musta`mal. Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan
air itu untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang
lagi untuk wudhu`/ mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan
bahwa air itu musta`mal. Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit
tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2
qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi `tertular` kemusta`malannya.
Wallahu
a’lam bishshawab.
***&&***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar