Dan false-opini yg saya khawatirkan adalah menganggap Arab = Islam.
Tindakan kriminal seorang warga negara Arab yang kebetulan dia berasal
dari Royal Family akan dianggap sebagai ‘budaya Islam’ / ‘budaya
kekerasan alam Islam’. Sehingga pada diakhir pembuatan opini ini pesan
tersimpan yang mau disampaikan melalui alam bawah sadar pembacanya
adalah….”Yaa…memang ISLAM itu TERORIS”.
Astaghfirullah!!!
Cukuplah kita yang merasakan pedihnya fitnah ini. Dan kita wajib
meluruskan. Jangan biarkan generasi anak cucu kita terinfeksi oleh
fitnah-fitnah keji macam ini.
ISLAM BUKAN BUDAYA ARAB
Sebagian kaum muslimin agak sulit membedakan antara Islam dengan
budaya Arab. Sehingga sering terjadi salah paham terhadap kedua hal
tersebut. Budaya Arab terkadang diangggap sebagai Islam, dan sebaliknya
Islam dianggap sebagai budaya Arab. Hal ini perlu kita pelajari lebih
dalam agar kita dapat membedakan antara agama dan produk budaya.
Sebelum
Islam diturunkan diseluruh negeri, dunia diliputi oleh kebodohan dan
kegelapan yang merata di segala lini kehidupan. Agama terakhir saat itu
yaitu Nasrani yang seharusnya menjaga kemurnian ajaran sebelumnya yang
bersumber pada kitab Taurat, telah demikian terdistorsi dari ajaran awal
(aslinya). Kehidupan di seluruh negeri saat itu tidak terlepas dari
syirik, khurafat dan sebagainya sesuai dengan latar belakang budayanya
masing-masing. Zaman itulah yang kita kenal dengan istilah zaman
jahiliyyah.
Kemudian datanglah Islam dengan membawa wahyu Allah SWT, yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW. Islam datang sebagai “pengkritik” segala
budaya-budaya yang ada di dunia. Kritik yang dilakukan Islam adalah
dalam rangka menyempurnakan akhlaq manusia agar mereka dapat menciptakan
kehidupan yang benar-benar manusiawi, baik akhlaq sebagai makhluq
kepada Allah sebagai Khaliqnya (pencipta) yang diistilahkan juga dengan
hablum minallah, maupun akhlaq antara sesama manusia atau hablum minan
naas.
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlaq-akhlaq yang mulia.” (H.R. Bukhari dan Ahmad.
Lihat Silsilah ash-Shahihah 15).
Fungsi Islam sebagai pengkritik ini pertama kali dijalankan sejak
pertama kali Islam itu turun ke muka bumi ini. Berhubung Islam turun di
Arab, maka pihak yang pertama kali dikritik oleh Islam adalah budaya
Arab.
Bangsa Arab sebagaimana bangsa-bangsa yang lainnya saat itu merupakan
bangsa yang tenggelam paling jauh dalam berbagai kerusakan akhlaq,
mereka gemar berperang baik antar suku maupun antar qabilah. Mereka juga
gemar meminum khamr, judi dan mereka memperlakukan wanita layaknya
seperti barang, dan kerusakan terbesar pada saat itu adalah perbuatan
mereka yang beribadah kepada Allah namun juga beribadah kepada selain
Allah (Syirik), dan masih banyak lagi kerusakan-kerusakan akhlaq lainnya
pada masa itu yang menjadikan kehidupan mereka jauh dari sifat
manusiawi yang hakiki.
Maka mulailah Islam menjalankan fungsinya sebagai pengkritik. Di
mulai dari hal yang terpenting yang menjadi prioritas utama yaitu
kerusakan akhlaq manusia terhadap Allah yaitu perbuatan syirik. Dimana
asas-asas budaya Arab yang saat itu mengandung unsur-unsur kesyirikan,
dan segala kemaksiatan, semuanya dikoreksi total oleh Islam dan diganti
dengan asas-asas yang berlandaskan ketauhidan kepada Allah, hingga
akhirnya bangsa Arab berubah dari bangsa yang penuh dengan kesyirikan,
khurafat dan sebagainya tadi, menjadi bangsa yang muwahhid (mentauhidkan
Allah Ta`ala).
Demikianlah fungsi koreksi tersebut masuk ke semua lini kehidupan dan
budaya bangsa Arab, hingga akhirnya masyarakat dan budaya Arab itu
tunduk kepada Islam. Oleh sebab itu bangsa Arab justru kemudian menjadi
bangsa yang paling pertama merasakan serangan kritik dan koreksi dari
Islam.
Kemudian fungsi kritik itu terus meluas masuk ke negara-negara
sekitarnya seperti Persia, Romawi, Cina dan akhirnya sampai ke
Indonesia. Maka tidak ada pilihan lain bagi masyarakat atau budaya suatu
bangsa, ketika Islam masuk ke sana, sementara mereka mengkui Islam
sebagai agamanya, maka orang-orang disana harus siap untuk dikritik oleh
Islam dan siap berubah dari seorang musyrik menjadi seorang muwahhid
(orang yang bertauhid), apapun latar belakang budaya ataupun bangsanya.
Islam sesungguhnya memiliki konsep bagaimana berinteraksi dengan
budaya-budaya di luar Islam. Islam mempersilahkan siapapun untuk
mengemukakan pandangan-pandangan ataupun melakukan tindakan-tindakan
budaya seperti apapun, asalkan tidak melanggar ketentuan halal-haram,
pertimbangan mashlahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan), serta
prinsip al Wala` (kecintaan yang hanya kepada Allah dan apa saja yang
dicintai Allah) dan al Bara` (berlepas diri dan membenci dari apa saja
yang dibenci oleh Allah), dimana ketiga prinsip inilah yang menjadi jati
diri dan prinsip umat Islam yang tidak boleh diutak-atik dalam
berinteraksi dengan budaya-budaya lain diluar Islam.
Sehingga dari ketiga prinsip ini akan lahir sebuah Kebudayaan Islam,
dimana kebudayaan Islam ini selalu memiliki satu ciri khusus yang tidak
dimiliki oleh budaya dan bangsa manapun diluar Islam, yakni budaya yang
berasaskan Tauhidul `Ibadah Lillahi Wahdah (mempersembahkan segala
bentuk peribadatan hanya kepada Allah).
Selama prinsip-prinsip dan asas tersebut tidak dilanggar, maka kita
dipersilahkan seluas-luasnya untuk berhubungan ataupun mengambil manfaat
dari bangsa-bangsa dan budaya manapun di luar Islam. Sebab segala
sesuatu yang ada dimuka bumi ini, baik itu sifatnya ilmu pengetahuan
maupun materi (yang selain perkara agama tentunya), itu semua memang
diciptakan oleh Allah untuk kita umat manusia, kaum muslimin, walaupun
berasal dari orang-orang kafir.
Sebagaimana firman Allah SWT: Dialah (Allah), yang telah menciptakan
segala yang ada dibumi ini untuk kalian…(Q.S. Al Baqarah [2]: 29)
Maka sesungguhnya kedudukan budaya Arab itu sama dengan budaya
Persia, Romawi, Melayu, Jawa dan sebagainya di mana budaya-budaya
tersebut adalah pihak yang harus siap dikritik oleh Islam ketika Islam
telah masuk ke negeri-negeri tersebut.
Maka tidak benar jika dikatakan Islam (seperti jilbab, kerudung dan
sebagainya) adalah produk budaya Arab. Sebab justru budaya Arab adalah
budaya yang paling pertama dikritik dan dikoreksi oleh Islam sebelum
budaya-budaya yang lainnya. Maka apa saja yang telah diterangkan oleh
Allah dan Rasul-Nya sebagai agama, maka itulah Islam.
Sementara segala sesuatu yang tidak diterangkan oleh Allah dan
RasulNya dalam perkara agama, maka itu bukanlah Islam, meskipun perkara
tersebut telah menjadi kebiasaan dan populer pada masyarakat Arab atau
masyarakat Islam yang lainnya.
Sebab, Arab tidaklah sama dengan Islam, dan sebaliknya Islam tidaklah
serupa dengan Arab. Akan tetapi budaya Arab dan budaya-budaya yang
lainnya yang mau tunduk kepada Islam, maka itulah yang pantas dinamakan
budaya Islam.
**&&**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar