Hukum, Waktu dan Jumlah Rakaat Shalat
Malam
Hukum shalat malam adalah sunah
muakkad. Waktunya adalah setelah shalat ‘isya sampai dengan sebelum waktu
shalat shubuh. Akan tetapi, waktu yang paling utama adalah sepertiga malam yang
terakhir dan boleh dikerjakan sesudah tidur ataupun sebelumnya.
Sedangkan jumlah rakaatnya paling
sedikit adalah 1 rakaat berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam, “Shalat malam adalah 2 rakaat (salam) 2 rakaat (salam), apabila salah
seorang di antara kamu khawatir akan datangnya waktu shubuh maka hendaklah dia
shalat 1 rakaat sebagai witir baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dan
paling banyak adalah 11 rakaat berdasarkan perkataan ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, “Tidaklah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam shalat malam di
bulan ramadhan atau pun bulan yang lainnya lebih dari 11 rakaat.” (HR.
Bukhari dan Muslim), walaupun mayoritas ulama menyatakan tidak ada batasan
dalam jumlah rakaatnya.
Keutamaan Shalat Malam
Ketika menyebutkan ciri-ciri orang
yang bertakwa, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Mereka
sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu
pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 17-18)
Karena pentingnya shalat malam ini
Allah berfirman kepada Nabi-Nya yang artinya, “Hai orang yang berselimut,
bangunlah pada sebagian malam (untuk sholat), separuhnya atau kurangi atau
lebihi sedikit dari itu. Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil.” (QS.
AlMuzammil: 1-4)
Berikut ini akan kami sampaikan
beberapa keutamaan shalat malam dengan tujuan agar seseorang lebih bersemangat
dan terdorong hatinya untuk mengerjakannya dan selalu mengerjakannya.
1. Sebab masuk surga.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berilah
makanan, sambunglah tali persaudaraan dan sholatlah ketika manusia terlelap
tidur pada waktu malam niscaya engkau akan masuk surga dengan selamat.”
(HR. Ibnu Majah)
2. Menaikkan derajat di surga.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sungguh di dalam surga tedapat kamar-kamar yang bagian
dalamnya terlihat dari luar dan bagian luarnya terlihat dari dalam. Kamar-kamar
itu Allah sediakan bagi orang yang memberi makan, melembutkan perkataan,
mengiringi puasa Ramadaon (dengan puasa sunah), menebarkan salam dan
mengerjakan shalat malam ketika manusia lain terlelap tidur.” (HR. At
Tirmidzi)
3. Penghapus dosa dan kesalahan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Hendaklah kalian melakukan sholat malam, karena shalat
malam itu adalah kebiasaan orang-orang shalih sebelum kalian, dan ibadah yang
mendekatkan diri pada Tuhan kalian serta penutup kesalahan dan sebagai
penghapus dosa.” (HR. At Tirmidzi)
4. Shalat yang paling utama setelah
shalat fardhu.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah
shalat malam.” (HR. Muslim)
5. Kemulian orang yang beriman
dengan shalat malam.
Ketika Jibril datang pada Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Hai Muhammad, kemuliaan
orang beriman adalah dengan shalat malam. Dan kegagahan orang beriman adalah
sikap mandiri dari bantuan orang lain.” (HR. Al Hakim)
Akan tetapi disayangkan kebanyakan
kaum muslimin meninggalkan shalat malam yang berarti telah menyia-nyiakan
keutamaan yang telah Allah sediakan dikarenakan kemalasan yang ada pada mereka
atau pun tergoda dengan gemerlapnya dunia. Dalam riwayat Imam Bukhari
disebutkan bahwa ketika Rasulullah ditanya tentang seorang yang tidur sepanjang
malam sampai waktu subuh, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Dia adalah seorang yang kedua telinganya dikencingi oleh setan.”
Hal ini adalah penghinaan setan baginya, lalu bagaimana seorang yang bangun
setelah waktu subuh??? Wallahu Musta’an.
——————————————————————————-
Tarawih merupakan bentuk jamak dari kata tarwihah.
Secara bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian perbuatan duduk pada
bulan Ramadhan setelah selesai shalat malam 4 rakaat disebut tarwihah;
karena dengan duduk itu orang-orang bisa beristirahat setelah lama melaksanakan
qiyam Ramadhan.
Menegakkan Shalat malam atau tahajud atau tarawih
dan shalat witir di bulan Ramadhan merupakan amalan yang sunnah. Bahkan
orang yang menegakkan malam Ramadhan dilandasi dengan keimanan dan mengharap
pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.
Sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
«مَنْ قاَمَ رَمَضَانَ إِيـْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »
“Siapapun yang menegakkan bulan Ramadhan dengan
keimanan dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu.” (HR. Muslim
1266)
Pada asalnya shalat sunnah malam hari dan siang hari
adalah satu kali salam setiap dua rakaat. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhu bahwa seseorang bertanya,“Wahai Rasulullah, bagaimanakah shalat malam
itu?” Beliau menjawab:
« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ
بِوَاحِدَةٍ »
“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir
mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang
lain dikatakan:
« صَلاَةُ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ رَكْعَتَانِ
رَكْعَتَانِ »
“Shalat malam hari dan siang hari itu dua rakaat – dua
rakaat.” (HR Ibn Abi
Syaibah) (At-Tamhiid, 5/251; Al-Hawadits, 140-143; Fathul Bari’
4/250; Al-Muntaqo 4/49-51)
Maka jika ada dalil lain yang shahih yang menerangkan
berbeda dengan tata cara yang asal (dasar) tersebut, maka kita mengikuti dalil
yang shahih tersebut. Adapun jumlah rakaat shalat malam atau shalat tahajud
atau shalat tarawih dan witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak pernah lebih dari 11 atau 13 rakaat.
Shalat tarawih dianjurkan untuk dilakukan berjamaah di
masjid karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan
hal yang sama walaupun hanya beberapa hari saja. Hal ini sebagaimana disebutkan
dalam sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir rahimahullah, ia berkata:
“Kami melaksanakan qiyamul lail bersama Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam 23 Ramadhan sampai sepertiga malam.
Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan sampai separuh
malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami
menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” (HR. Nasa’i, Ahmad, Al-Hakim, Shahih)
Beserta sebuah Hadits dari Abu Dzar radhiyallahu
‘anhu dia berkata:
Kami puasa tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak memimpin kami untuk melakukan shalat (tarawih) hingga Ramadhan
tinggal tujuh hari lagi, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengimami kami shalat sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau tidak
keluar lagi pada malam ke enam (tinggal 6 hari lagi – pent). Dan pada malam ke
lima (tinggal 5 hari – pent) beliau memimpin shalat lagi sampai lewat separuh
malam. Lalu kami berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
‘Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?’, maka beliau
bersabda:
« مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتىَّ يَنْصَرِفَ كُتِبَ
لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ »
“Barang siapa shalat tarawih bersama imam sampai
selesai maka ditulis baginya shalat malam semalam suntuk.”
Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi hingga
Ramadhan tinggal tiga hari. Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga.
Beliau mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir
tidak mendapatkan falah. Saya (perowi) bertanya ‘apa itu falah?’ Dia (Abu Dzar)
berkata ’sahur’. (HR. Nasa’i, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud, Ahmad, Shahih)
Hadits itu secara gamblang dan tegas menjelaskan bahwa
shalat berjamaah bersama imam dari awal sampai selesai itu sama dengan shalat
sendirian semalam suntuk. Hadits tersebut juga sebagai dalil dianjurkannya
shalat malam dengan berjamaah.
Bahkan diajurkan pula terhadap kaum perempuan untuk
shalat tarawih secara berjamaah, hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh
khalifah Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu yaitu beliau memilih Ubay
bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam untuk kaum lelaki dan
memilih Sulaiman bin Abu Hatsmah radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam
bagi kaum wanita.
Tata Cara Shalat Malam
Perlu kita ketahui bahwa tata cara shalat malam atau
tarawih dan shalat witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam itu ada beberapa macam. Dan tata cara tersebut sudah tercatat dalam
buku-buku fikih dan hadits. Tata cara yang beragam tersebut semuanya pernah
dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Semua tata cara tersebut adalah hukumnya
sunnah.
Maka sebagai perwujudan mencontoh dan mengikuti sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka hendaklah kita terkadang
melakukan cara ini dan terkadang melakukan cara itu, sehingga semua sunnah akan
dihidupkan. Kalau kita hanya memilih salah satu saja berarti kita mengamalkan
satu sunnah dan mematikan sunnah yang lainnya. Kita juga tidak perlu
membuat-buat tata cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam atau mengikuti tata cara yang tidak ada dalilnya.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian
sebagai berikut:
- Beliau membuka shalatnya dengan shalat 2 rakaat yang ringan.
- Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang.
- Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan tiap rakaat yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya hingga rakaat ke-12.
- Kemudian shalat witir 1 rakaat.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Zaid
bin Kholid al-Juhani, beliau berkata: “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam, maka beliau memulai
dengan shalat 2 rakaat yang ringan, Kemudian beliau shalat 2 rakaat dengan
bacaan yang panjang sekali, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih
pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang
lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan
yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan
bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1
rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini menjadi dalil bolehnya shalat iftitah 2
rakaat sebelum shalat tarawih.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian
sebagai berikut:
- Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
- Kemudian melakukan shalat witir langsung 5 rakaat sekali salam.
Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan
Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
melakukan tidur malam, maka apabila beliau bangun dari tidur langsung bersiwak
kemudian berwudhu. Setelah itu beliau shalat delapan rakaat dengan bersalam
setiap 2 rakaat kemudian beliau melakukan shalat witir lima rakaat yang tidak
melakukan salam kecuali pada rakaat yang kelima.”
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian
sebagai berikut:
- Melakukan shalat 10 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
- Kemudian melakukan shalat witir 1 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah,
beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يُصَلىِّ فِيْمَا
بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَ هِيَ الَّتِي يَدْعُوْ
النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلىَ الْفَجْرِ إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلَّمُ
بَيْنَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat
malam atau tarawih setelah shalat Isya’ – Manusia menyebutnya shalat Atamah –
hingga fajar sebanyak 11 rakaat. Beliau melakukan salam setiap dua rakaat dan
beliau berwitir satu rakaat.” (HR. Muslim)
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian
sebagai berikut:
- Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 4 rakaat.
- Kemudian shalat witir langsung 3 rakaat dengan sekali salam.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari
Aisyah, beliau berkata:
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم يَزِيْدُ
فِي رَمَضَانَ وَ لاَ فِي غَيْرِهِ إِحْدَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا،
فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ
تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثاً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain Ramadhan
dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam maka jangan ditanya tentang
kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4 rakaat lagi sekali salam maka
jangan ditanya tentang bagus dan panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat.” (HR Muslim)
Tambahan: Tidak ada duduk tahiyat awal pada shalat
tarawih maupun shalat witir pada tata cara poin ini, karena tidak ada dalil
yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan ada larangan menyerupai shalat maghrib.
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian
sebagai berikut:
- Melakukan shalat langsung sembilan rakaat yaitu shalat langsung 8 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam.
- Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah,
beliau berkata:
كُناَّ نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ طَهُوْرَهُ،
فَيَـبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَـبْعَثَهُ مِنَ الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ
يَتَوَضَأُ وَ يُصَلِى تِسْعَ رَكْعَةٍ لاَ يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِي
الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَ
لاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ
اللهَ وَ يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ
يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ (رواه مسلم)
“Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu
untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau
selalu bangun malam hari, lantas tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak
kemudian berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat malam atau tarawih 9 rakaat
yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas membaca
pujian kepada Allah dan shalawat dan berdoa dan tidak salam, kemudian bangkit
berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk tahiyat akhir dengan
membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan berdoa terus salam dengan
suara yang didengar oleh kami. Kemudian beliau melakukan shalat lagi 2 rakaat
dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim
1233 marfu’, mutawatir)
Faedah, Hadits ini merupakan dalil atas:
- Bolehnya shalat lagi setelah shalat witir.
- Terkadang Nabi shalat witir terlebih dahulu baru melaksanakan shalat genap.
- Bolehnya berdoa ketika duduk tasyahud awal.
- Bolehnya shalat malam dengan duduk meski tanpa uzur.
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian
sebagai berikut:
- Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun shalat witir 3 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
…ثُمَّ قَامَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فَأَطَالَ
فِيْهْمَا الْقِيَامَ وَ الرُّكُوْعَ وَ السُّجُوْدَ ثُمَّ انْصَرَفَ فَنَامَ
حَتَّى نَفَغَ ثُمَّ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ سِتُّ رَكَعَاتٍ كُلُّ ذَلِكَ
يَشْتاَكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يَقْرَأُ هَؤُلاَءِ الآيَاتِ ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلاَثٍ
“…Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
berdiri melakukan shalat 2 rakaat maka beliau memanjangkan berdiri, rukuk dan
sujudnya dalam 2 rakaat tersebut, kemudian setelah selesai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring sampai mendengkur. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi hal tersebut sampai 3 kali sehingga
semuanya berjumlah 6 rakaat. Dan setiap kali hendak melakukan shalat,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak kemudian berwudhu terus
membaca ayat (Inna fii kholqis samawati wal ardhi wakhtilafil laili… sampai
akhir surat) kemudian berwitir 3 rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini juga menjadi dalil kalau tidur
membatalkan wudhu
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian
sebagai berikut:
- Melakukan shalat langsung 7 rakaat yaitu shalat langsung 6 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang ke-6 tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam. Maka sudah shalat 7 rakaat.
- Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah
yang merupakan kelanjutan hadits no.5 beliau berkata: “Maka tatkala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tua dan mulai kurus maka beliau
melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat. Dan beliau melakukan shalat 2
rakaat yang terakhir sebagaimana yang beliau melakukannya pada tata cara yang
pertama (dengan duduk). Sehingga jumlah seluruhnya 9 rakaat.” (HR. Muslim
1233)
Disunnahkan pada shalat witir membaca surat “Sabbihisma…”
pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Ikhlas pada rakaat yang kedua dan
membaca surat al-Falaq atau an-Naas pada rakaat yang ketiga. Atau membaca surat
“Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Kafirun pada
rakaat yang kedua dan membaca al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga.
Tata cara tersebut di atas semua benar. Boleh
melakukan shalat malam atau tahajud atau tarawih dan witir dengan cara yang dia
sukai, tetapi yang lebih afdhol adalah mengerjakan semua tata cara tersebut
dengan berganti-ganti. Karena bila hanya memilih satu cara berarti menghidupkan
satu sunnah tetapi mematikan sunnah yang lainnya. Bila melakukan semua tata
cara tersebut dengan berganti-ganti berarti telah menghidupkan sunnah-sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak ditinggalkan oleh
kaum Muslimin.
Adapun pada zaman Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu
Kaum muslimin melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 13 rakaat, 21
rakaat dan 23 rakaat. Kemudian 39 rakaat pada zaman khulafaur rosyidin setelah
Umar radhiyallahu ‘anhu tetapi hal ini khusus di Madinah. Hal ini
bukanlah bid’ah (sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk adanya
bid’ah hasanah) karena para sahabat memiliki dalil untuk melakukan hal ini
(shalat tarawih lebih dari 13 rakaat). Dalil tersebut telah disebutkan di atas
ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat
malam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ
بِوَاحِدَةٍ »
“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir
mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)
Pada hadits tersebut jelas tidak disebutkan adanya
batasan rakaat pada shalat malam baik di bulan Ramadhan maupun di luar
Ramadhan. Batasannya adalah datangnya waktu subuh maka diperintahkan untuk
menutup shalat malam dengan witir.
Para ulama berbeda sikap dalam menanggapi perbedaan
jumlah rakaat tersebut. Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat tersebut dengan
metode al-Jam’u bukan metode at-Tarjih (Metode tarjih adalah
memilih dan memakai riwayat yang shahih serta meninggalkan riwayat yang lain
atau dengan kata lain memilih satu pendapat dan meninggalkan pendapat yang
lain. Hal ini dipakai oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam menyikapi
perbedaan jumlah rakaat ini. Metode al-Jam’u adalah menggabungkan yaitu
memakai semua riwayat tanpa meninggalkan dan memilih satu riwayat tertentu.
Metode ini dipilih oleh jumhur ulama dalam permasalahan ini). Berikut ini
beberapa komentar ulama yang menggunakan metode penggabungan (al-Jam’u)
tentang perbedaan jumlah rakaat tersebut:
- Ath-Thartusi berkata: “Para sahabat kami (malikiyyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 rakaat dengan bacaan yang amat panjang. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan rakaat. Maka mereka membaca surat Al-Baqarah dalam 8 rakaat atau 12 rakaat.”
- Imam Malik rahimahullah berkata: “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun 11 dekat dengan 13.
- Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz berkata: “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, BAHKAN SALAH. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku yang tidak boleh dilanggar.”
Adapun kaum muslimin akhir jaman di saat ini khususnya
di Indonesia adalah umat yang paling lemah. Kita shalat 11 rakaat (Paling
sedikit) dengan bacaan yang pendek dan ada yang shalat 23 rakaat dengan bacaan
pendek bahkan tanpa tu’maninah sama sekali!!!
Doa Qunut dalam Shalat Witir
Doa qunut nafilah yakni doa qunut dalam shalat witir
termasuk amalan sunnah yang banyak kaum muslimin tidak mengetahuinya.
Karena tidak mengetahuinya banyak kaum muslimin yang membid’ahkan imam yang
membaca doa qunut witir. Kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memakai qunut dalam shalat witir dan terkadang tidak. Hal ini
berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْنُتُ فِي
رَكْعَةِ الْوِتْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang membaca
qunut dalam shalat witir.” (HR. Ibnu Nashr dan Daraquthni dengan sanad shahih)
يَجْعَلُهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ
“Beliau membaca qunut itu sebelum ruku.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Dawud
dan An-Nasa’i dalam kitab Sunanul Qubro, Ahmad, Thobroni, Baihaqi dan Ibnu
‘Asakir dengan sanad shahih)
Adapun doa qunut tersebut dilakukan setelah ruku’ atau
boleh juga sebelum ruku’. Doa tersebut dibaca keras oleh imam dan diaminkan
oleh para makmumnya. Dan boleh mengangkat tangan ketika membaca doa qunut
tersebut.
Di antara doa qunut witir yang disyariatkan adalah:
« الَلَّهُمَّ اهْدِناَ فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِناَ
فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّناَ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَباَرِكْ لَناَ فِيْماَ
أَعْطَيْتَ، وَقِناَ شَرَّ ماَ قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى
عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ،
تَبَارَكْتَ رَبَّناَ وَتَعَالَيْتَ، لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ »
Maraji’:
- Shohih Muslim
- Qiyaamur Ramadhan li Syaikh Al-Albanyrahimahullah
- Sifat Tarawih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Majalah As-Sunnah Edisi 07/1424H/2003M
- Tata Cara Shalat Malam Nabi oleh Ustadz Arif Syarifuddin, Lc.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar