Bismillaahirrahmaanirrahiim …
Para Bunda, siapa yang masih punya anak-anak kecil ?
yang lucu, menggemaskan? yang tak jarang bukan hanya kita sebagai orang tuanya
yang tertakjub-takjub ,… bahkan orang lain juga sampai berdecak kagum.
“waaahh .. hebat ya? umur segitu udah bisa baca” ..
“waduh, anak si Anu keren, gemuk, putih, cantik,
menggemaskan deh!”
Dan sederet lagi lontaran kekaguman terhadap sosok
kecil yang mencuri perhatian sekitarnya. Itu yang benar tulus mengagumi, belum
lagi yang akhirnya jadi dengki … memandang objek yang dikagumi oleh orang lain
serasa memandang tumpukan bara .. bawaannya udeh empet bin sebel aja ..
“Halahhh … kalo cuman begitu doang, anak gue juga bisa!”
Apapun itu .. hendaknya kita harus bisa lebih berhati-hati
lagi terhadap pandangan mata orang lain, terhadap anak-anak kita terutama, juga
pada kita dan seluruh keluarga umumnya.
Rambut yang indah, Kulit yang putih mulus, jernihnya
mata, mancungnya hidung .. de el el de es be .. siapa yang gak mau? dan kalau
kebetulan segala keindahan itu sudah ada pada diri, apa lagi kata yang pantas
terucap, selain Syukur alhamdulillah, fabi ayyi aa laa irobbikumaa
tukadzdzibaan? – maka, nikmat Tuhan-Mu yang mana lagi, yang hendak kamu
dustakan?
Dengan sebab ini, maka perlulah kita ketahui sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap yang memiliki kenikmatan pasti ada
yang iri (dengki).” (Shahihul Jami’ 223. Lihat majalah Al Furqon). Perlu
menjadi perhatian bagi orang tua bahwa dalam syari’at Islam telah dijelaskan
adanya bahaya ‘ain (pandangan mata) terutama bagi anak-anak. Pandangan mata
yang berbahaya ini dapat muncul dengan sebab kedengkian orang yang memandang
atau karena kekaguman. Jdi intinya, entah itu karena kagum, apalagi atas dasar
dengki … teteupp .. harus berhati-hati dalam “memperlihatkan”
kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh anak-anak kita.
Bahaya ‘Ain
“Bahaya dari pandangan mata dapat terjadi ketika
seseorang yang berhadapan langsung dengan sasarannya. Sasaran tukang pandang
terkadang bisa mengenai sesuatu yang tidak patut didengki, seperti benda,
hewan, tanaman, dan harta. Dan terkadang pandangan matanya dapat mengenai
sasaran hanya dengan pandangan yang tajam dan pandangan kekaguman.”
Pengaruh dari bahaya pandangan mata pun hampir
mengenai Rasulullah shoallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman-Nya,
وَإِن يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir
menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar al
Qur’an dan mereka mengatakan ‘Sesungguhnya dia (Muhammad) benar-benar gila.”
(Al Qalam [68]: 51)
Terdapat pula hadits dari Ibnu Abbas bahwasanya
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
العين حقُُّ ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين
“Pengaruh ‘ain itu benar-benar ada, seandainya ada
sesuatu yang bisa mendahului takdir, ‘ainlah yang dapat melakukannya.” (HR.
Muslim)
Subhanallah, lihatlah bagaimana bahaya ‘ain telah
dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah. Dan terdapat pula contoh-contoh
pengaruh buruk ‘ain yang terjadi pada masa sahabat. Salah satunya adalah yang
terjadi ada Sahl bin Hunaif yang terkena ‘ain bukan karena rasa dengki namun
karena rasa takjub. Sebagaimana dalam hadits,
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif menyebutkan bahwa
Amir bin Rabi’ah pernah melihat Sahl bin Hunaif mandi lalu berkatalah Amir,
“Demi Allah, Aku tidak pernah melihat (pemandangan)
seperti hari ini, dan tidak pernah kulihat kulit yang tersimpan sebagus ini.”
Berkata Abu Umamamh, “Maka terpelantinglah Sahl.”
Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
mendatangi Amir. Dengan marah beliau berkata, “Atas dasar apa kalian mau
membunuh saudaranya? Mengapa engkau tidak memohonkan keberkahan (kepada yang
kau lihat)? Mandilah untuknya!”
Maksudnya Nabi menyuruh Amir berwudhu kemudian diambil
bekas air wudhunya untuk disiramkan kepada Sahl dan ini adalah salah satu cara
pengobatan orang yang tertimpa ‘ain bila diketahui pelaku ‘ain tersebut . Maka
Amir mandi dengan menggunakan satu wadah air. Dia mencuci wajah, kedua tangan,
kedua siku, kedua lutut, ujung-ujung kakinya dan bagian dalam sarungnya.
Kemudian air bekas mandinya itu dituangkan kepada Sahl, lantas dia sadar dan
berlalulah bersama manusia.” (HR. Malik).
Kata mandi yang ada di sini maksudnya adalah berwudhu
sebagaimana disebutkan Imam Malik dalam kitab Al Muwattho. Wallahu a’lam.
Jadi, yang namanya pandangan mata itu gak bisa
dianggap sepele. Mengingat bahaya yang bisa ditimbulkan akibat dari pandangan
mata (‘Ain) tersebut, .. gak heran ya kalau masih ada aja orang tua yang suka
berucap:
“Ehh jangan dipuji-puji .. nanti sakit” atau .. “wuihh
baru kemaren dibilang gemukan, sehat … eehh sekarang udah kurus lagi gara-gara
sakit” tanpa disadari, sebenarnya sakitnya juga itu gara-gara pujian-pujiannya
kemarin.
Sesungguhnya semua itu bukan semata akibat dari pujian
yang terlontar, akan tetapi berawal dari pandangan. Pandangan mata seseorang
dapat berpengaruh buruk pada diri orang yang dipandang, baik pandangan mata itu
menatap dengan kedengkian atau pun kekaguman. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
menyebutkan tentang adanya pengaruh pandangan mata ini melalui lisan Rasul-Nya
yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pandangan mata, atau diistilahkan dengan ‘ain, adalah
pandangan seseorang terhadap sesuatu yang dianggap bagus disertai dengan
kedengkian yang muncul dari tabiat yang jelek sehingga mengakibatkan bahaya
bagi yang dipandang.
Hal ini dijelaskan pula oleh Asy-Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah bahwa ‘ain itu benar-benar ada dan telah jelas
adanya secara syar’i maupun indrawi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan hampir-hampir orang-orang kafir itu
menggelincirkanmu dengan pandangan mereka.” (Al-Qalam: 51)
waahh .. jadi gimana dong ya kalo kita atau anak-anak
udah terlanjur terkena ‘Ain?
Tanda-Tanda Terkena ‘Ain
Tanda-tanda anak yang terkena ‘ain di antaranya adalah
menangis secara tidak wajar (bukan karena lapar, sakit atau mengompol),
kejang-kejang tanpa sebab yang jelas, tidak mau menyusu pada ibunya tanpa
sebab, atau kondisi tubuh sang anak kurus kering dan tanda-tanda yang tidak
wajar lainnya.
Sebagaimana dalam hadits dari Amrah dari ‘Aisyah
radhiallahu’anha, ia berkata,
“Pada suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
masuk rumah. Tiba-tiba beliau mendengar anak kecil menangis, lalu Beliau
berkata,
ما لِصبيِّكم هذا يبكي قهلاََ استرقيتم له من العين
“Kenapa anak kecilmu ini menangis? Tidakkah kamu
mencari orang yang bisa mengobati dia dari penyakit ‘ain?” (HR. Ahmad)
.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan bahwa
perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini menunjukkan, apabila
seseorang diketahui menimpakan ‘ain, maka ia diminta untuk mandi, dan mandi ini
merupakan cara pengobatan ‘ain yang sangat bermanfaat.
Dituntunkan pula bila seseorang melihat sesuatu yang
mengagumkan hendaknya segera mendoakan kebaikan padanya, karena doanya itu
merupakan ruqyah (pengobatan) baginya. Beliau juga menyatakan bahwa ‘ain yang
menimpa seseorang dapat mengakibatkan kematian.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk melakukan ruqyah, yaitu pengobatan dengan Al Qur’an dan dzikir-dzikir
kepada Allah, terhadap orang yang terkena ‘ain.
Beliau memerintahkan hal itu pula kepada istri beliau,
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
memerintahkannya untuk melakukan ruqyah dari ‘ain.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Begitu pula yang beliau perintahkan ketika melihat
seorang anak perempuan yang terkena ‘ain pada wajahnya. Peristiwa ini
dikisahkan oleh istri beliau, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
melihat seorang anak perempuan di rumah Ummu Salamah yang pada wajahnya ada
kehitam-hitaman. Beliau pun berkata, ‘Ruqyahlah dia, karena dia tertimpa
‘ain’.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Diceritakan pula oleh Jabir bin ‘Abdullah ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh agar anak-anak Ja’far bin Abu
Thalib radhiyallahu ‘anhu diruqyah:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada
Asma’ bintu ‘Umais, “Mengapa aku lihat anak-anak saudaraku kurus-kurus? Apakah
karena kekurangan?”. Asma’ menjawab, “Bukan, akan tetapi mereka cepat terkena
‘ain.” Beliau pun berkata, “Ruqyahlah mereka!”. Asma’ berkata: Maka aku
serahkan urusan ini kepada beliau, lalu beliau pun berkata, “Ruqyahlah mereka.”
(Shahih, HR. Muslim)
Bahkan Jibril ‘alaihis salam pernah meruqyah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau sakit dengan doa:
“Dengan nama Allah aku meruqyahmu dari segala sesuatu
yang menyakitkanmu dan dari setiap jiwa atau pandangan yang dengki. Semoga
Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu.” (Shahih, HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
memohon perlindungan dari ‘ain, sebagaimana dikabarkan oleh shahabat yang
mulia, Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu:
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
berlindung dari jin dan pandangan manusia, hingga turun surat Al-Falaq dan
surat An-Naas. Ketika keduanya telah turun, beliau menggunakan keduanya dan
meninggalkan yang lainnya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin
rahimahullah mengatakan bahwa menjaga diri dari ‘ain boleh dilakukan dan bukan
berarti meniadakan tawakkal kepada Allah. Bahkan sikap demikian ini termasuk
tawakkal, karena tawakkal adalah bersandar kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
disertai melakukan ‘sebab’ yang diperbolehkan atau diperintahkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
memohonkan perlindungan untuk Al-Hasan dan Al-Husain dengan doa:
“Aku memohon perlindungan bagi kalian berdua dengan
kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan dan binatang berbisa, dan
dari setiap pandangan yang jahat.”
Demikian pula yang dilakukan Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam terhadap kedua putranya, Nabi Ishaq dan Nabi Isma’il ‘alaihimas salam.
Sesungguhnya syari’at Islam adalah sempurna. Setiap
hal yang mendatangkan bahaya bagi umatnya, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentu telah menjelaskan tentang perkara tersebut dan cara-cara
mengantisipasinya. Begitu pula dengan bahaya ‘ain ini.
1. Bagi Seseorang yang Memungkinkan Memberi Pengaruh
‘Ain
Berdasarkan hadits Abu Umamah di atas maka hendaknya
seseorang yang mengagumi sesuatu dari saudaranya maka yang baik adalah
mendoakan keberkahan baginya. Dan berdasarkan surat Al Kahfi ayat 39, maka
ketika takjub akan sesuatu kita juga dapat mengucapkan doa:
مَا شَآءَ اللهُ لاَ قُوَّةَ إلاَّ بِا للهِ
Artinya: “Sungguh atas kehendak Allah-lah semua ini
terwujud.”
2. Bagi yang Memungkinkan Terkena ‘Ain
Sesungguhnya ‘ain terjadi karena ada pandangan. Maka
hendaknya orang tua tidak berlebihan dalam membanggakan anaknya karena dapat
menimbulkan dengki ataupun kekaguman pada yang mendengar dan kemudian memandang
sang anak. Adapun jika memang kenikmatan itu adalah sesuatu yang memang telah
nampak baik dari kepintaran sang anak, fisiknya yang masya Allah, maka
hendaknya orang tua mendoakan dengan doa-doa, dzikir dan ta’awudz yang telah
diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, diantaranya adalah surat
muawadzatainshallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta perlindungan untuk
Hasan dan Husain, yaitu: (surat Annas dan al-Falaq).
Ada pula do’a yang biasa diucapkan Rasulullah :
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانِِ وَ هَامَّةِِ وَ مِنْ كُلِّ عَيْنِِ لامَّةِِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang
telah sempurna dari godaan setan, binatang beracung dan dari pengaruh ‘ain yang
buruk.” (HR. Bukhari)
Atau dengan doa,
أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَِ
“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang
telah sempurna dari kejahatan makhluk-Nya.” (HR. Muslim).
Kesalahan-Kesalahan Dalam Penjagaan dari Bahaya ‘Ain
atau Sejenisnya
Memang bayi sangat rentan baik dari bahaya ‘ain
ataupun gangguan setan lainnya. Terdapat beberapa kesalahan yang biasa terjadi
dalam menjaga anak dari gangguan tersebut karena tidak berdasarkan pada nash
syari’at. Diantara kesalahan-kesalahan tersebut adalah:
1. Menaruh
gunting di bawah bantal sang bayi dengan keyakinan itu akan menjaganya. Sungguh
ini termasuk kesyirikan karena menggantungkan sesuatu pada yang tidak dapat
memberi manfaat atau menolak bahaya.
2. Mengalungkan
anak dengan ajimat, mantra dan sebagainya. Ini juga termasuk perbuatan syirik
dan hanya akan melemahkan sang anak dan orang tua karena berlindung pada
sesuatu selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perlulah kita selalu mengingat, bahwa sekalipun kita
mengetahui bahaya ‘ain memiliki pengaruh sangat besar dan berbahaya, namun
tidaklah semua dapat terjadi kecuali dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan
kita sebagai orang Islam tidaklah berlebihan dalam segala sesuatu. Termasuk
dalam masalah ‘ain ini, maka seseorang tidak boleh berlebihan dengan menganggap
semua kejadian buruk berasal dari ‘ain, dan juga tidak boleh seseorang
menganggap remeh dengan tidak mempercayai adanya pengaruh ‘ain sama sekali
dengan menganggapnya tidak masuk akal.
Ini termasuk pengingkaran terhadap hadits-hadits
shahih Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam. Sikap yang terbaik bagi seorang muslim adalah berada di pertengahan,
yaitu mempercayai pengaruh buruk ‘ain dengan tidak berlebihan sesuai dengan apa
yang dikhabarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu a’lam.
***&&***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar